Kamis, 05 Maret 2015

Serangan Jantung Di Usia 40an



Kaget. Sangat kaget.

Itulah yang saya rasakan ketika Sabtu pagi lalu mendengar kabar bahwa abang saya terkapar di rumah sakit karena Jumat siang kemarinnya kolaps di kantor. Serangan jantung. Itupun yang memberi tahu saya adalah sahabatnya.

Abang saya sementara ini memang tinggal sendirian karena istrinya berdinas di Surabaya. Otomatis sepasang anak kembarnya pun ikut mamanya pindah ke sana.  Kenapa saat dia di rumah sakit justru sahabatnya duluan yang diberi tahu? Sebetulnya saya sangat menyesalkan ini walaupun saya kemudian menyadari bahwa kalaupun diberi tahu pertama kali, saya ndak mungkin berbuat apa-apa karena pada saat yang sama saya sedang menjalani terapi di RS. Jauh lebih baik memberitahu sahabatnya itu memang.. karena dia seorang dokter.

Setelah rundingan kilat akhirnya kami putuskan untuk menyerahkan semua penanganan pertama pada sahabat abang saya itu. Hari itu juga (Sabtu siang) abang saya dipindahkan ke RS tempat sahabatnya itu berdinas.

Ketika melihat kondisi abang saya yang pertama kali saya rasakan adalah saya sungguh-sungguh takut kehilangan dia. Setelah adik laki-laki saya ndak ada lagi saudara saya yang terdekat cuma tinggal dia karena adik perempuan saya sekarang bermukim di Kanada. Kami cukup dekat. Malahan sangat dekat. Sama-sama pernah mengalami banyak kehilangan membuat kami bisa saling memahami satu sama lain dengan sangat baik. Yang kemarin belum bisa saya pahami, bagaimana bisa dia kena serangan jantung?

Abang saya ndak seperti saya (yang cenderung overweight hampir tak terkendali setelah menikah). Dia sangat-sangat sehat dengan badan cukup proporsional. Usianya baru sebulan lewat dari angka 44. Tidak merokok, miras, narkoba, hanya saja memang doyan ngopi. Setahu saya masih rutin latihan karate & main futsal. Makannya pun cukup terjaga. Yang tidak saya perkirakan sebelumnya, ternyata hulu dari menurunnya kondisi kesehatannya itu adalah karena stress & makin menggila semangat ngopinya.

Abang saya cukup stress karena harus hidup terpisah dari anak-anaknya selama hampir 2 tahun ini. Saya saja sayang sekali sama putri saya apalagi abang saya terhadap putra-putri kandungnya sendiri. Kelihatannya selama ini abang saya baik-baik saja mengelola perasaannya tapi ternyata tidak seperti itu.

Karena satu & lain hal anak-anak minta untuk tinggal kembali dengan abang saya. Hal itu diungkapkan anak-anak saat long weekend libur Imlek kemarin ketika abang saya menengok mereka. Sama sekali bukan keinginan yang mudah untuk diakomodasi. Hambatan yang pertama tentu saja ijin dari mamanya. Apalagi abang saya tinggal sendirian, cuma hidup dengan ART. Cukup sibuk juga dengan pekerjaannya walaupun selama ini selalu berusaha menyediakan waktu untuk anak-anak. Takutnya anak-anak ini tidak terurus dengan baik walaupun sudah cukup besar & mandiri (sudah kelas 8). Hambatan kedua adalah waktu yang tidak tepat. Sudah mendekati pertengahan semester genap kelas 8, tanggung tinggal sedikit lagi akhir tahun ajaran. Anak-anak diharapkan sabar hingga akhir tahun ajaran ini.

Pertentangan antara keinginan untuk segera berkumpul kembali dengan anak-anaknya & harus sabar menunggu dengan banyak kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi membuat abang saya makin stress & ndak kuat lagi. Jadi.. ya begitulah.

Banyak dukungan buat abang saya dari semua sahabat. Putri saya sendiri rela menghabiskan waktunya untuk ikut menunggui Pakdenya ini karena abang saya benar-benar sendirian. Saya harus bekerja begitu juga istri saya.  Para sahabatlah yang menemani abang saya di saat kami tak bisa menungguinya. Semua itu sangat-sangat membantu pulihnya kondisi abang saya. Tentu saja belum 100% tapi sudah boleh rawat jalan. Masih perlu istirahat selama beberapa hari sebelum boleh bekerja lagi.

Saya sendiri sangat memahami apa yang dirasakan abang saya. Ketika putri saya mulai kuliah di luar kota, saya merasa sangat kehilangan. Ketika ada kesempatan untuk mengajar di kampusnya, saya tidak melewatkan kesempatan itu hanya untuk sekedar menyempatkan bertemu muka sejam dua jam dengannya di pertengahan minggu. Kadang-kadang akhir minggu putri saya pulang. Tapi paling apes kami masih bisa bertemu seminggu sekali.

Sedangkan abang saya? Dia tidak seberuntung saya. Jarak Banten-Jawa Timur terlalu jauh untuk dijalani demi sebuah pertemuan walau pertemuan itu  paling diinginkan sekalipun. Belum tentu 2-3 bulan sekali dia bisa bertemu dengan anak-anaknya. Sekuat apapun seorang ayah lama-lama tentu merasakan tersiksa juga apalagi bila dia memang benar-benar mencintai anak-anak yang terpaksa terpisah darinya.

Saya hanya bisa berharap semua kondisi akan membaik. Berusaha untuk memberikan kekuatan lebih bagi abang saya hingga dia mampu menunggu hingga saat yang tepat itu tiba. Kekuatan yang juga berasal dari doa tak putus yang dipanjatkan oleh istri & putri saya tercinta.

Dan kepada semua sahabat yang tak mau saya sebutkan di sini (L, B, H, N), terima kasih banyak karena sudah membantu kami melalui semua ini. Memberikan waktu, tenaga & dukungan moril-materil yang tak terhingga berharganya. Semoga Tuhan selalu memberkati kalian.

__________


(JP.05.03.2015.Chris D.a)

6 komentar:

  1. Semoga semuanya cepat membaik kembali dan Mas Dion segera pulih ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trm kasih bnyk atas bantuannya kmrn ya? Tuhan memberkati..

      Hapus
  2. Pak Chris Smoga uwaknya Put2 cpt sembuh. Bapak jg cpt sembuh ea

    BalasHapus
  3. Semoga cepat pulih,... salam buat LBHN ya....

    BalasHapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........