Rabu, 03 Februari 2016

(T'sC) Dua Sahabat Dengan Cerita Memikat



Dik Lis Suwasono atau Lizz, dan mba Dani Purwanto atau Arek Tembalangan.


Kali ini aku ingin menjadikan 2 sahabat ini sebagai “korban” penulisan artikelku. Keduanya sudah setuju bahkan bersedia berbagi sedikit cerita persahabatan mereka padaku.


Pertama kali yang kukenal adalah dik Lis Suwasono atau Lizz. Ia menghidupkan lagi blog pribadinya: Fiksi Lizz, setelah malang-melintang selama beberapa waktu lamanya di sebuah blog bersama.


Bagiku cerita-cerita fiksi yang ditulisnya selalu memikat. Panjang ataupun pendek, ditulis secara serius ataupun asal-asalan (istilah asal-asalan ini menurut pendapatnya sendiri), bagus semuanya buatku. Aku memang hanya sekedar pembaca dan penikmat, bukan orang yang bisa menilai di mana salah atau kurangnya. Hanya sekedar bisa merasa: “o ini cerita bagus”, atau: “o ini agak membosankan”, atau juga: “o ini lama-lama kurang menarik”.


Cerita-cerita fiksi yang ditulis oleh Lizz hampir semuanya bermain dengan rasa. Nda ada drama ala sinetron televisi yang lebay. Nda ada perseteruan yang meledak. Kesannya manis tapi nda membosankan. Kenapa? Menurutku karena permainan rasa yang bisa menyentuh pembacanya itulah. Selain itu berasa mata dimanjakan dengan bacaan yang rapi formatnya, detail yang teliti, dan minim sekali ada kesalahan ketik.


Di waktu senggang aku dan salah seorang temanku sering ngerumpi lewat BBM. Kebetulan ia juga penikmat cerita-cerita fiksi Lizz. Kami sama-sama terpikat dengan semua yang dipaparkan dalam cerita-cerita itu. Ikut sedih, ikut sebel, ikut prihatin, ikut gemes, ikut gembira, ikut senyum-senyum, penasaran dengan cerita berikutnya, semuanya itu hal yang bisa kami alami ketika membaca cerita-cerita fiksi Lizz.


Kadang-kadang memang endingnya sudah bisa ditebak karena bisa jadi sudah terbaca di awal atau tengah cerita. Tapi nda jadi males baca karena justru menimbulkan penasaran: “kenapa bisa kaya gitu?” Atau: “bagaimana bisa jadi kaya gitu?” Justru jalan menuju ending itu yang kadang-kadang mengagetkan dan membawa ke “petualangan baru”.


Kemudian beberapa waktu belakangan ini muncul blog baru bernama Arek Tembalangan Menulis. Pertama aku tahu karena dikasih info suamiku. Katanya: “ini yang punya blog sahabatnya jeng Lis”. Oya? Memang aku lihat blog ini langsung ada di list blog lain yang direkomendasikan dalam blog Fiksi Lizz.


Kata suamiku lagi: “flash fictionnya bagus”. Wau! Memang iya! Lugas dan tepat sasaran. Sama sekali lain modelnya dengan cerita-cerita fiksi Lizz. Selanjutnya aku terpikat juga. Lagi-lagi aku dan teman rumpiku dapat bahan ngerumpi baru. Katanya: “aku dapat rekomendasi dari mba Lis sendiri”.


Selanjutnya tiba-tiba saja muncul cerbung berjudul Pernikahan Samudra. Cerbung yang sungguh greget karena topiknya menurutku cukup out of the box. Tapi apakah yang out of the box itu jadinya sesuatu yang 1000% khayal di awang-awang? Ternyata sama sekali nda. Justru realistis sekali karena bisa dialami oleh siapapun terutama para single parent. Sungguh-sungguh membumi!


Dan endingnya - yang meskipun cukup unik - sebetulnya sama sekali nda mengejutkan. Tapi proses menuju “memaafkan diri sendiri” dan “berdamai dengan keadaan” itulah yang menurutku justru penting. Membuat kepentingan anak nda jadi terabaikan.


Selanjutnya ada lagi cerbung Hantu Di Pertanian Dunkirk di blog yang digawangi oleh mba Dani Purwanto ini. Aku sempat melihat bahwa ada beberapa pembaca yang mengira mba Dani Purwanto itu adalah laki-laki dari komentar pada blog itu. Barulah setelah ada DP bergambar seorang perempuan cantik berjilbab maka nda diragukan lagi bahwa mba Dani Purwanto adalah seorang perempuan dengan segala keunikannya, ibu dari seorang putra yang membanggakan, mengabdi pada negara sebaik-baiknya.


Cerita Hantu Di Pertanian Dunkirk memang unik seperti penulisnya. Genre cerita ini seolah membangkitkan lagi kenangan pada hobi membaca serial Lima Sekawan, Sapta Siaga, Pasukan Mau Tahu, dan sejenisnya di masa lalu. Petualangan anak-anak dan remaja yang mengajak pembaca untuk ikut berpikir ala detektif. Sangat menarik!


Penulis yang 1 menghasilkan cerita manis dengan kemampuan mengaduk rasa dan emosi,  penulis yang 1 nya lagi menghasilkan cerita dari genre yang berbeda. Lebih lugas dengan tema yang unik. Dari komen berbalas komen di blog mereka terlihat bahwa keduanya saling mendukung tanpa berkesan lebay.


Dua orang bersahabat yang memiliki hobi yang sama yaitu membaca dan menulis, menurutku ini adalah hal yang sangat menarik. Lebih menarik lagi bahwa keduanya sudah saling mengenal lebih dari 35 tahun (lebih tepatnya sudah 37 tahun) sejak TK dan makin dekat menjadi sahabat ketika SMP.


Dik Lis Suwasono dan mba Dani Purwanto bersekolah di tempat yang sama sejak TK, SD, dan SMP. Bahkan selama 6 tahun di SD bersama dalam 1 kelas karena nda ada kelas paralel. Tapi keduanya saat itu hanya berteman biasa, belum bersahabat. Persahabatan baru terbentuk ketika keduanya duduk di SMP yang sama lagi. Di SMA keduanya berpisah, kemudian bertemu lagi di universitas yang sama dengan fakultas berbeda, tapi lokasi gedungnya bertetangga.


Menurut cerita dik Lis, mereka baru lebih dekat ketika sekelas lagi di kelas 2 SMP. Terungkap juga cerita bahwa sebetulnya mereka lebih ingin saling mendekatkan diri karena tergolong minoritas di sekolah baru. Kaum minoritas? Apa maksudnya? Ternyata bukan apa-apa. Hanya saja mereka berasal dari SD yang lain yayasan dengan SMP mereka. Jadi teman se-SD yang masuk SMP itu hanya sedikit.


Lalu kenapa baru dekat ketika kelas 2 SMP? Karena di situlah mereka menemukan bahwa mereka berjodoh sebagai sahabat. Menurut mba Dani sahabat itu layaknya jodoh. Menerima "apa adanya", bukan "ada apanya". Nda saling mendompleng kelebihan yang dimiliki sahabat.


Dan seterusnya keduanya bersahabat sampai sekarang. Meskipun nda dekat secara fisik karena tinggal berlainan kota tapi teknologi sudah mendekatkan mereka di belakang layar. Keduanya masih terus saling berhubungan, berdiskusi, ngerumpi, dan saling curhat layaknya 2 sahabat.


Menurut mba Dani bersahabat itu senyatanya bukanlah semu seperti bersama kemana-mana atau mendukung seperti babi buta. Kalau ada hal yang "salah" tetap sang sahabat mengingatkan. Menurut dik Lis bersahabat itu saling mendengarkan dan menyediakan diri untuk jadi tempat sampah. Namun pada prakteknya ada yang unik dalam persahabatan mereka yaitu lebih sering menyelesaikan urusan sendiri untuk kemudian "bertemu" lagi dan saling berbagi cerita yang sudah “selesai”.


Bersahabat menurut keduanya juga layaknya harus saling mempercayai dan bisa dipercaya, saling menghargai, nda ikut campur urusan dalam negeri sahabat, saling jujur dan apa adanya, nda saling memanfaatkan. Sebenarnya semua itu hal-hal yang standar. Hal yang membuatnya jadi luar biasa adalah bahwa keduanya berusaha konsisten untuk menjalankannya selama belasan bahkan puluhan tahun dalam masa persahabatan mereka.


Diakui keduanya hobi menulis lebih mendekatkan lagi. Sering ada diskusi saat menulis suatu cerita untuk mendapatkan sudut pandang lain. Jelas sekali nda saling merasa bersaing atau tersaingi, nda ada saling terpengaruh dan mempengaruhi karena menyadari bahwa genre penulisannya sudah beda. Yang ada adalah saling belajar.


Kedua orang bersahabat yang hanya berbeda usia sebulan ini menemukan bahwa menulis membawa manfaat buat kehidupan mereka. Mba Dani yang mulai suka menulis sejak SMP - karena terbawa hobi sahabatnya - menyatakan bahwa menulis membuatnya bisa tetap waras :-) Sementara sahabatnya yang mulai suka menulis sejak SD menyatakan bahwa menulis baginya adalah upaya untuk mengisi waktu luang, melampiaskan hobi, dan menghindari pikun dini.


Apapun manfaat dan tujuan menulis bagi kedua sahabat penghasil fiksi-fiksi memikat ini, keduanya sudah membuktikan bahwa cerita-cerita yang mereka tulis sangat layak untuk muncul dimuat di majalah Anita Cemerlang (majalah cerita remaja pernah top sepanjang tahun 90an), majalah Bobo, mingguan Kompas Anak, dan majalah Femina. Bila kini keduanya ngeblog itu dilakukan untuk melampiaskan keinginan menulis tanpa terbebani apa-apa. Nda ngoyo meskipun tetap berusaha menampilkan hasil terbaik.


Bagi para perempuan sesibuk kedua sahabat ini menghasilkan cerita-cerita memikat buatku sangatlah mengagumkan. Kapan menulisnya? Itu sempat aku tanya juga pada mereka.


Dik Lis mengatakan bahwa banyak orang berpendapat bahwa jadi ibu rumah tangga adalah karier 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Menurutnya nda selebay itu :-) Kalau seorang IRT - plus punya bisnis untuk dikelola - bisa mengatur waktunya dengan baik maka nda mustahil masih tersisa banyak waktu untuk "me time". Me time itulah yang digunakannya untuk menulis.


Mba Dani lain lagi. Baginya menulis itu bisa menjadi proses mengumpulkan dan menyusun puzzle karena ia menulis di mana saja dalam potongan pendek-pendek. Semua terjadi karena kesibukannya sebagai seorang PNS dan ibu (siapa bilang PNS nda sibuk?). Hasilnya sebuah cerita prosesnya bisa makan waktu berhari-hari bahkan bertahun-tahun.


Memiliki dan menjadi sahabat yang benar-benar dapat dimiliki dan dijadikan sahabat adalah hal yang langka saat ini. Sahabat yang saling mendukung dan mengingatkan. Sahabat yang saling mendengar dan memahami. Sahabat yang apa adanya dan nda pernah "punya kepentingan". Sahabat yang nda pernah saling mempengaruhi. Sahabat yang tetap dekat saat jauh. Sahabat yang nda pernah berpikir tentang beda kehidupan dan reliji. Sahabat yang sama-sama memiliki kemampuan untuk menulis fiksi yang memikat.


Aku bersyukur sekali dapat mengenal keduanya dan diperbolehkan menulis, dan berbagi tentang kisah ini :-)


(Tiwi's Corner. 2Feb2016)


Diperbaiki formatnya atas saran dari mba Dani dan dik Lis. Editing dibantu oleh pak Chris.

11 komentar:

  1. speechless aku, mbak...

    terima kasih sudah menggambarkan persahabatanku dengan lis dalam tulisan yg begitu bagusnya.

    sek ah...
    aku mau mojok dulu... terharuuuuuuu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama mba :-) Memang di mataku panjenengan berdua ini adanya adanya seindah itu. Smg selalu langgeng persahabatannya :-)
      GBU

      Hapus
  2. Jadi 'iri' jarang lho persahabatan yang awet begini. Selamat ya mbak Lis dan Mbak Dani, anda telah mendapat anugerah yg lebih berharga daripada emas permata :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sdh jadi barang langka persahabatan semacam ini bu. Makanya saya terima kasih sekali blh menulis sekaligus berbagi pengalaman indah ini :-)

      Hapus
  3. Maaf, Mbak Tiwi, ini sedikit tambahan dari aku :)
    Bahwa persahabatan sejak kelas 2 SMP itu nggak hanya kami berdua, tapi bertiga. Seorang lagi (namanya Yvonne) saat ini bermukim di Papua. Dan persahabatan kami bertiga masih berlangsung sampai sekarang.
    Makasih banyak, Mbak Tiwi sudah berkenan menulis tentang kami. Monggo dilanjutkan dengan artikel-artikel lainnya. Selamat datang di dunia nge-blog!
    *peluuuk*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh iya! Itu mau aku sisipkan tapi ragu2 karena artikelnya sudah kepanjangan. Maturnuwun tambahannya ya? Berkah Dalem :-)

      Hapus
  4. Uwaaaa hureeee !!!!
    Aq katut dimasukno jadi cameo temen ngrumpi qiqiqiqiqiq
    Bu Tiwi apik jugak e tulisane.
    Aq seneng isa kenal ibu" hebat kayak bu Tiwi,mba Lis,bu Dani :))))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh iki durung dakbales toh? Cameo tsyantiiiik :-D

      Hapus
  5. mereka menulis sejak kecil memang.... meskipun masih sebatas atau semacam berlatih. yang jelas kalau dani purwanto memang penggemar dan pembaca Lima Sekawan dll (all yang enyd blyton)ditambah penonton ikyu san, candy candy, voltus 5. yang jelas mereka berdua tumbuh sebagai wanita hebat yang konsisten....:)

    BalasHapus
  6. Ibu-ibu yang menarik ya mbak. Saya baru kenal sama mbak Lis. Maksudnya kenal ya dengan ketemu dan ngobrol-ngobrol serba terbatas, suka baca cerita-ceritanya. Kalau sama mbak Arek belum pernah ketemu, tapi juga selalu mengikuti tulisannya. Mbak Arek pernah nulis kisah persahabatannya sama mbak Lis di blog tetangga. Selalu terharu membaca persahabatan yang awet seperti ini. Dan tulisan mbak Tiwi apik. Salam.

    BalasHapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........