Senin, 18 Mei 2015

Siksaan Meeting





Di tempat saya bekerja, tiap Senin jam 9 pagi selalu diadakan meeting staf. Meeting awal minggu selama 1-1,5 jam itu selalu dikondisikan santai dan menyenangkan. Bisa sambil makan-minum-ngemil sepuasnya. Apalagi hari ini setelah libur long weekend. Banyak yang sempat liburan dan membawa oleh-oleh. Cemilan yang tersedia pun makin banyak.

Ketika rekan-rekan antri untuk mengambil kopi atau teh, saya melenggang saja menuju ke dispenser di sudut, ambil air putih. Sampai-sampai beberapa waktu lalu saya menemukan tulisan menempel di galon air yang membuat saya tertawa: “Khusus buat pak Chris. Yg lain jangan ikut ambil!” Hehe.. jatah saya memang cukup air putih saja.

Setelah duduk di tempat masing-masing menjelang dimulainya meeting barulah siksaan dimulai. Menoleh ke kiri Pak X sedang asik menyeruput kopinya. Menoleh ke kanan Bu Y sedang meniup-niup cangkir berisi kopinya. Dari belakang muncul aroma kopi dari cangkir mba Z. Melihat lurus ke depan Mas N di seberang meledek saya sambil bilang: “kopine muuantep loh mas!” dengan logat asli Malangnya. Saya cuma bisa ketawa (sambil dalam hati ngelus dada, entah dadanya siapa).

 Kopi. Dulu sahabat sekarang musuh. Dulu nyandunya kopi sudah seperti cabe setan dan sambel. Tiada hari tanpa kopi. Lambung perih-perih sedikit tetap saya tahan karena lidah saya mau. Sekarang jadi musuh semua. Kalau sambel masih bisa disiasati dengan bikin KWnya, kalau kopi coba bagaimana?

Saya pernah iseng mencoba white coffee yang katanya tidak perih di lambung itu. Minumnya juga setelah makan alias perut ndak dalam kondisi kosong. Tapi tetap saja efeknya menggelegar.  Saya KO terkapar 3 hari. Itu masih ditambah dengan omelannya Simbok sepanjang jalan dari rumah ke UGD (tega banget!).

Pagi tadi salah seorang staf saya mampir ke ruangan saya. Mba A yang asli Lampung ini memberi oleh-oleh sebungkus kopi (kira-kira beratnya ½ kilo) karena dia kemarin baru mudik. “Dicoba ya pak? Nanti kalau ketagihan jangan kuatir. Saya kasih lagi.” Saya cuma bisa meringis sambil bilang “terima kasih”. Dalam hati: “ketagihan sih pasti mba.. Siapa sih yang meragukan kopi Lampung? Tapi..” Sudah. Titik. Saya ndak meneruskan lagi pikiran saya karena ndak mau nangis bombay.

Dan menjelang siang ini tadi meeting selesai dengan sempurna seperti biasa. Setumpuk tugas sudah menunggu saya yang minggu kemarin baru saja seminggu full absen. Tumpukan tugasnya sih ndak pernah jadi masalah. Yang jadi masalah adalah aroma kopi yang sampai sekarang masih mengepul di otak saya. Susah menghilangkannya. Selalu begitu tiap kali selesai meeting.

Sekitar 6 bulan terakhir ini sih masih lumayan karena dalam seminggu saya cuma wajib menghadiri 1 meeting diawal minggu (di luar meeting mendadak). Biasanya hari Jumat jam 2 siang ada meeting juga (evaluasi). Suasananya hampir sama walaupun sedikit lebih menegangkan. Tapi saya bisa menghindarinya karena tiap hari Jumat jam 12 saya selalu out untuk menjalani terapi dan saya wakilkan ke staf saya. Hanya saja terapi saya berakhir awal bulan depan. Setelah itu? Ndak ada alasan lagi untuk menghindari meeting penuh dengan aroma kopi.

Ya sudahlah terima saja. Masih untung, masih boleh bernapas dan bekerja hingga detik ini.

__________


(PR.18.05.2015.Catatan nglantur disambi makan siang.Chris D.a)

Gambar dari sini


6 komentar:

  1. Habis liburan brp hari buka bacaan trus nemu tulisannya pa Chris. Lagi2 kocak 1/2 melas. Mau ketawa gmn,ga ketawa kok pengen
    wakwakwakwak
    Maaf ya pa Chris ........

    BalasHapus
  2. Wooh.. ditggu kok oleh2nya ndak ada mampir di Cideng?
    Ndak apa2 mba.. tenang sj. Mau ngakak guling2 jg monggo kl tega hehe..

    BalasHapus
  3. Kopi gak bisa dibuat KW-nya ya pak. Hehe.

    BalasHapus
  4. Paaaaak cpt sembuh yak pak. Ntar abis ujian somplakers mo maen k cideng. Q-ta ngobrol" yak pak. Bapak mo dibawain oleh" apa nich?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rachma kl ktm bapak kok mendadak jd anak manis itu gmn yaa? Haha..

      Hapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........