Senin, 08 Juni 2015

A Mom’s Love, A So True Love



Kemarin sekira jam 2 siang saat sedang asyik makan, HP saya berbunyi. No gadget at meal time. Saya biarkan saja sampai bunyi seri ketiga. Mau ndak mau saya jawab juga karena kelihatannya kok penting sekali. Baru saja saya jawab “halo” sudah ada rentetan mitralyur memberondong telinga saya: “Chris! Kowe ki neng endi ae kok tak telpon bolak-balik ndak mbok angkat?” (kamu ini kemana saja kok berkali-kali kutelpon ndak kamu angkat?)

O..o.. Tante saya! Ketika saya jawab “lagi makan Tante..” langsung saja beliau memberondong lagi: “jam sak mene lagi maem pantes ae maagmu kumat terus!” (jam sekian baru makan pantas saja maagmu kambuh terus!)

Saya: “baru bangun Tante..”

Tante: “wooh iyo aku lali kowe lagi drop yo?” (wooh iya aku lupa kamu lagi drop ya?)

Saya tertawa. Tante saya meneruskan: “njaluk tulung sopirmu njemput aku neng bandara yo? Pesawatku wis meh budal ki. Hpku meh tak pateni. Aku ndak wani numpak taksi. Ojok ngomong anakku lek aku mrono. Kejutan. Matursuwun yo?” (minta tolong sopirmu jemput aku di bandara ya? Pesawatku sudah mau berangkat. Hpku mau aku matikan. Aku ndak berani naik taksi. Jangan bilang anakku kalau aku kesitu. Terimakasih ya?)

Belum sempat saya jawab sambungan telepon itu sudah putus. Hasilnya saya bengong berat. Bagaimana tidak? Kelihatannya Tante saya yang usianya sudah sekitar 75an itu akan jalan dari Surabaya ke Jakarta naik pesawat sendirian & tanpa penjemput di bandara tujuan.

Masalahnya, sopir saya beberapa menit sebelumnya sudah terlanjur jalan mengantarkan si Nduk dan cowonya ke luar kota. Mau ndak mau urusan menjemput Tante jadi kerjaan Simbok & saya. Membiarkan Tante naik taksi sendirian? Entah dosa apa yang harus saya tanggung kemudian! Ya sudahlah akhirnya Simbok & saya jalan menjemput Tante.

Tante Mieke ini sebetulnya bukan siapa-siapa saya. Maksudnya ndak ada hubungan keluarga sama sekali. Tapi hubungan kami dekat & sudah seperti keluarga sendiri. Rumahnya di Surabaya bersebelahan dengan rumah almarhum Eyang saya. Putranya itu sahabat karib abang saya. Setelah kedua Eyang saya ndak ada & rumah Surabaya dijual, kalau saya ke Surabaya pasti diwajibkan menginap di rumah Tante ini. Kalau saya ngotot tetap menginap di hotel tanpa mampir siap-siap saja dicemberuti hingga waktu yang tak terhingga hehe..

Jelas Tante agak bagaimana begitu ekspresinya ketika melihat bukan sopir saya yang menjemput beliau. Seperti ada rasa bersalah, menyesal, ndak enak & entah apa lagi. Sampai beliau bilang begini: “wooh aku jan ngrepoti tenan.” (wooh aku benar-benar merepotkan). Berkali-kali kami katakan bahwa ndak jadi soal harus menjemput Tante secara dadakan seperti itu Toh kami bisa melakukannya.

Dalam perjalanan dari bandara barulah Tante menjelaskan alasan kedatangan surprisenya. Beliau akan segera tambah cucu beberapa bulan lagi. Menantunya sedang hamil muda.  Akan melengkapi 2 putri, 1 putra, 5 cucu & 3 cicit yang sudah dipunyai Tante Mieke. Saya dengan jelas bisa melihat betapa berserinya wajah Tante. Sampai nekad jauh-jauh datang dari Surabaya secara diam-diam untuk memberi kejutan pada putra & menantunya itu.

Sejujurnya saya jadi ingat almarhum Ibu saya. Kekecewaan Tante ketika melihat putranya itu ndak juga menikah hingga usianya lewat 40 tahun sepertinya sama dengan kekecewaan Ibu saya ketika saya menikah dengan “orang yang ndak diharapkan”.  Semuanya tentu berasal dari harapan ingin melihat anak-anaknya mendapatkan sesuatu yang terbaik. Dan ketika segala sesuatunya membaik, orang yang pertama kali ikut bergembira adalah para Ibu ini.

Tante sudah lama berdamai dengan kekecewaan itu ketika mendapat kegembiraan baru saat mengetahui putranya mau menikah. Siapa calon istrinya sungguh tak penting buat Tante. Beliau adalah ibu mertua paling baik sedunia menurut satu-satunya menantu perempuan yang beliau miliki. Saya percaya itu sepenuhnya.

Rasanya saya ndak terima betul ketika putranya betul-betul merasa “surprise” dengan kedatangan Mamanya yang kami antar dengan selamat sampai ke rumah, yang dinyatakan dengan omelan: “Mama iki loh ngrepoti wong liyo ae!” (Mama ini loh merepotkan orang lain saja!). Tante sempat juga menggumam: “karepku mau njaluk tulung sopire Chris ae.. Malah Chris & Tiwi sing metungul” (maksudku tadi minta tolong sopirnya Chris saja.. Malah Chris & Tiwi yang muncul)

Hehe.. Sampai berkali-kali kami bilang ndak apa-apa tetap saja ada yang menggerutu. Rasanya saya benar-benar ingin menjitak orang itu! Seandainya saya masih bisa mengalami hal yang sama, dikunjungi seorang Ibu dengan cinta & cara mengejutkan seperti itu, tentu saya akan senang sekali..

__________


(JP.07.06.2015.Chris D.a)

4 komentar:

  1. Bu Mieke ini sosoknya bikin saya inget ibu mertua saya. Beliau juga care bingits sama mantu bahkan yang nggak bisa masak kayak saya ini. Akhir pekan ini anak2 akan saya terbangkan ke rumah beliau. Saya sendiri ntar menjelang lebaran.

    BTW.....berdsarkan hasil terawangan saya, Bu Mieke ini kalau nggak salah mertuanya Mbak Nita aka Mama Quin ya? Soalnya pembisik saya bilang beliau juga sedang hamil muda#macakdukundotcom

    Nice post Pak. Begitu lah seorang ibu seharusnya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bersyukur sekali pny ibu mertua seperti beliau Mba.
      Betul Tante Mieke adlh ibu mertua dr mba Nita.
      Trm kasih apresiasinya..

      Hapus
  2. Aku kalo liat Tante kok jadi inget almarhum Mbah Uti ya? Seusia Tante dulu Mbah masih aktif bolak-balik kota-kebun, pakai celana jeans.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wooh iyaya.. Usianya sdh sepuh2 tp msh hebat bngt!

      Hapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........