Kemarin sekira jam 2 siang saat sedang asyik makan, HP saya berbunyi. No
gadget at meal time. Saya biarkan saja sampai bunyi seri ketiga. Mau ndak mau
saya jawab juga karena kelihatannya kok penting sekali. Baru saja saya jawab “halo”
sudah ada rentetan mitralyur memberondong telinga saya: “Chris! Kowe ki neng
endi ae kok tak telpon bolak-balik ndak mbok angkat?” (kamu ini kemana saja kok
berkali-kali kutelpon ndak kamu angkat?)
Saya: “baru bangun Tante..”
Tante: “wooh iyo aku lali kowe lagi drop yo?” (wooh iya aku lupa kamu lagi
drop ya?)
Saya tertawa. Tante saya meneruskan: “njaluk tulung sopirmu njemput aku
neng bandara yo? Pesawatku wis meh budal ki. Hpku meh tak pateni. Aku ndak wani
numpak taksi. Ojok ngomong anakku lek aku mrono. Kejutan. Matursuwun yo?”
(minta tolong sopirmu jemput aku di bandara ya? Pesawatku sudah mau berangkat.
Hpku mau aku matikan. Aku ndak berani naik taksi. Jangan bilang anakku kalau
aku kesitu. Terimakasih ya?)
Belum sempat saya jawab sambungan telepon itu sudah putus. Hasilnya saya
bengong berat. Bagaimana tidak? Kelihatannya Tante saya yang usianya sudah
sekitar 75an itu akan jalan dari Surabaya ke Jakarta naik pesawat sendirian
& tanpa penjemput di bandara tujuan.
Masalahnya, sopir saya beberapa menit sebelumnya sudah terlanjur jalan mengantarkan si Nduk
dan cowonya ke luar kota. Mau ndak mau urusan menjemput Tante jadi kerjaan
Simbok & saya. Membiarkan Tante naik taksi sendirian? Entah dosa apa yang
harus saya tanggung kemudian! Ya sudahlah akhirnya Simbok & saya jalan
menjemput Tante.
Tante Mieke ini sebetulnya bukan siapa-siapa saya. Maksudnya ndak ada
hubungan keluarga sama sekali. Tapi hubungan kami dekat & sudah seperti
keluarga sendiri. Rumahnya di Surabaya bersebelahan dengan rumah almarhum Eyang saya.
Putranya itu sahabat karib abang saya. Setelah kedua Eyang saya ndak ada & rumah
Surabaya dijual, kalau saya ke Surabaya pasti diwajibkan menginap di rumah
Tante ini. Kalau saya ngotot tetap menginap di hotel tanpa mampir siap-siap saja dicemberuti
hingga waktu yang tak terhingga hehe..
Jelas Tante agak bagaimana begitu ekspresinya ketika melihat bukan sopir
saya yang menjemput beliau. Seperti ada rasa bersalah, menyesal, ndak enak
& entah apa lagi. Sampai beliau bilang begini: “wooh aku jan ngrepoti
tenan.” (wooh aku benar-benar merepotkan). Berkali-kali kami katakan bahwa ndak
jadi soal harus menjemput Tante secara dadakan seperti itu Toh kami bisa
melakukannya.
Dalam perjalanan dari bandara barulah Tante menjelaskan alasan kedatangan
surprisenya. Beliau akan segera tambah cucu beberapa bulan lagi. Menantunya
sedang hamil muda. Akan melengkapi 2 putri,
1 putra, 5 cucu & 3 cicit yang sudah dipunyai Tante Mieke. Saya dengan
jelas bisa melihat betapa berserinya wajah Tante. Sampai nekad jauh-jauh datang
dari Surabaya secara diam-diam untuk memberi kejutan pada putra &
menantunya itu.
Sejujurnya saya jadi ingat almarhum Ibu saya. Kekecewaan Tante ketika
melihat putranya itu ndak juga menikah hingga usianya lewat 40 tahun sepertinya
sama dengan kekecewaan Ibu saya ketika saya menikah dengan “orang yang ndak
diharapkan”. Semuanya tentu berasal dari
harapan ingin melihat anak-anaknya mendapatkan sesuatu yang terbaik. Dan ketika
segala sesuatunya membaik, orang yang pertama kali ikut bergembira adalah para
Ibu ini.
Tante sudah lama berdamai dengan kekecewaan itu ketika mendapat kegembiraan
baru saat mengetahui putranya mau menikah. Siapa calon istrinya sungguh tak
penting buat Tante. Beliau adalah ibu mertua paling baik sedunia menurut
satu-satunya menantu perempuan yang beliau miliki. Saya percaya itu sepenuhnya.
Rasanya saya ndak terima betul ketika putranya betul-betul merasa
“surprise” dengan kedatangan Mamanya yang kami antar dengan selamat sampai ke
rumah, yang dinyatakan dengan omelan: “Mama iki loh ngrepoti wong liyo
ae!” (Mama ini loh merepotkan orang lain saja!). Tante sempat juga menggumam: “karepku mau njaluk tulung sopire Chris ae..
Malah Chris & Tiwi sing metungul” (maksudku tadi minta tolong sopirnya
Chris saja.. Malah Chris & Tiwi yang muncul)
Hehe.. Sampai berkali-kali kami bilang ndak apa-apa tetap saja ada yang
menggerutu. Rasanya saya benar-benar ingin menjitak orang itu! Seandainya saya masih bisa mengalami hal yang sama, dikunjungi seorang Ibu
dengan cinta & cara mengejutkan seperti itu, tentu saya akan senang
sekali..
__________
(JP.07.06.2015.Chris
D.a)
Bu Mieke ini sosoknya bikin saya inget ibu mertua saya. Beliau juga care bingits sama mantu bahkan yang nggak bisa masak kayak saya ini. Akhir pekan ini anak2 akan saya terbangkan ke rumah beliau. Saya sendiri ntar menjelang lebaran.
BalasHapusBTW.....berdsarkan hasil terawangan saya, Bu Mieke ini kalau nggak salah mertuanya Mbak Nita aka Mama Quin ya? Soalnya pembisik saya bilang beliau juga sedang hamil muda#macakdukundotcom
Nice post Pak. Begitu lah seorang ibu seharusnya....
Bersyukur sekali pny ibu mertua seperti beliau Mba.
HapusBetul Tante Mieke adlh ibu mertua dr mba Nita.
Trm kasih apresiasinya..
Aku kalo liat Tante kok jadi inget almarhum Mbah Uti ya? Seusia Tante dulu Mbah masih aktif bolak-balik kota-kebun, pakai celana jeans.
BalasHapusWooh iyaya.. Usianya sdh sepuh2 tp msh hebat bngt!
Hapus