Senin, 01 Februari 2016

(T'sC) Nda Cape Urus Suami Sakit?



Bohong besar kalau aku jawab nda :-)


Pertanyaan itu kerap dilontarkan kawan-kawanku. Aku sendiri berusaha menanggapi secara positif. Maksudku aku nda melihat pertanyaan itu sebagai provokasi untuk berbuat hal-hal "lain-lain" lagi.


Sejak awal aku dulu mengenalnya aku memang sudah tau kelemahannya yang mendasar itu yaitu kondisi kesehatannya. Meski belakangan ini kondisi kesehatannya menurun drastis tapi di mataku nilainya jauh melebihi itu. Meski aku pernah "terpeleset" dan lain sebagainya tapi belakangan semua pertanyaan itu kukembalikan pada diriku sendiri. Apa yang dulu kulihat?



Pertanyaan itu membantuku untuk selalu kembali padanya yang selalu membuka pintu ampunan selebarnya untukku. Sesungguhnya aku nda mau mengulangi kesalahan yang sama yang pernah terjadi pada pernikahan pertamaku dulu. Nda butuh 2 orang untuk menghancurkan sebuah pernikahan. Hanya cukup 1 orang saja.


Kembali ke pertanyaan kawan-kawanku. Sudah ada kemauan dalam hatiku untuk mendampinginya dalam kondisi apapun. A will. Bukannya sesuatu yang kulakukan untuk membalas budi baiknya terhadap putriku dan aku. Tapi aku memang saat ini dan seterusnya sangat bersedia untuk menemaninya berjuang bersama melampaui semua rasa sakit.


Kalau hanya sebegitu saja aku menuruti rasa cape itu bagaimana dengannya sendiri yang sungguhan merasakan kondisi sakit itu? Apa nda lebih cape lagi? Tapi kenyataannya yang ada di depan mata itu dia bisa bertahan dengan begitu tegarnya. Justru selalu berusaha menguatkanku dan putriku, selalu mencemaskan dan mengkhawatirkan kami, selalu memikirkan kebahagiaan kami. Apa harus ada ruang untuk rasa cape? Aku memutuskan untuk meniadakan saja ruang itu.


Kadang-kadang memang sisi manusiawi itu datang begitu saja tanpa permisi. Cape, lelah, letih, putus asa, marah, mengasihani diri sendiri. Tapi aku memutuskan untuk nda menurutinya. Omongan orang lain kadang-kadang memang bisa menyakitkan. Bodohnya aku! Aku lupa untuk menutup telingaku sehingga terdengarlah segala sesuatu yang menyakitkan hati. Semuanya itu seharusnya nda perlu saat aku memutuskan untuk menjalani semuanya dengan ikhlas.


Banyak yang bilang "pak Chris beruntung dapat bu Tiwi". Nda! Semuanya salah. Yang benar adalah justru "seorang Pertiwi  yang beruntung mendapatkan seorang pak Chris". Keberuntungan itu sudah kugenggam berkali-kali meski aku pernah mencoba untuk dengan bodohnya melepaskannya. Kali ini aku nda mau lagi kehilangan keberuntungan itu karena belum tentu ada kesempatan untuk bisa kudapatkan lagi.


Jadi nda cape ya urus suami sakit? Sejujur-jujurnya kadang-kadang iya tapi aku nda mau lagi membuang waktu menyediakan ruang untuk rasa cape itu. Lagipula ada Tuhan di atas sana yang selalu bersedia menopangku tanpa syarat, ada pak Chris yang selalu mengajariku tentang ketegaran dan ada putriku yang selalu mengulurkan hatinya untuk tempatku bertumpu. Selain itu masih ada sahabat-sahabat yang selalu membuka hati dan perhatian untuk mendukungku dengan pelukan dan doa.




(Tiwi's Corner.1Feb2016)

8 komentar:

  1. mbak tiwi dan mas al punya keluarga yg luar biasa.
    itu bukan keberuntungan, itu anugerah.

    saya masih antri mendapatkan anugerah sebesar itu, bersama ribuan, jutaan orang lain.
    antri itu ngenes, mbak.

    jadi dijaga baik2 ya mbak...
    dijaga, dirawat, dan paling penting, disyukuri.

    please jangan disia-siakan semua anugerah itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku sdh tobat kok mba Dani :-)
      Smg antrian panjenengan segera sampai didepan loket nggih :-)

      Hapus
  2. Duh ! Brebes mili aq bacae bu .....
    Orang baek jugak pasti pernah kepeleset.
    Tapi lek dasare cene wis baek ya pasti nyadare cepet.
    Cumak bisa meluk lek ketemu bu.
    Doa selalu dari jauhan.

    BalasHapus
  3. Oh, saat membsca cerita ibu tiwi, saya ingat novel the sound of music, dan saya makin percaya bahwa keluarga harmonis itu bukan pemberian alam tapi sesuatu yang diciptakan dan dilestarikan oleh pemiliknya. GBU bu Tiwi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul bu. Kebahagiaan itu nda usah jauh2 carinya. Tinggal menengok dlm hati :-) Itu yg pernah saya lupa krn kurang bersyukur :-(
      GBU too bu Fabina :-)

      Hapus
  4. Pasangan diciptakan untuk saling melengkapi dan menguatkan, saling menopang dan menegakkan. Apalagi jika sudah berwujud sebuah keluarga dengan anak2 di salamnya. Sudut pandangb orang lain sering kali nggak perlu lagi. Dengarkan saja suara hati karena konon suara hati adalah suara Tuhan. Great couple!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul memang pasangan seharusnya seperti itu bu Dyah :-)
      GBU :-)

      Hapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........