Rabu, 21 Oktober 2015

Kesempatan Hidup Yang Kesekian



Setiap kali lepas dari ruang ICU saya seolah diberi berkat untuk sekali lagi mendapat kesempatan melanjutkan hidup. Setelah sejak awal tahun lalu berkali-kali harus mampir di ICU, yang terbaru saya alami adalah beberapa minggu yang lalu.


Dengan kondisi kesehatan seperti ayunan yoyo di mana up & down nya cepat sekali, sebetulnya saya mutlak memerlukan istirahat di akhir minggu. Hampir 2 bulan yang lalu saya bersama 2 orang rekan sekantor & 2 junior berstatus trainee harus berangkat dinas menjelang akhir minggu. Kamis malam harus berangkat, menempuh perjalanan sekitar 17 jam dengan menggunakan pesawat.

Sampai di tujuan Jumat pagi waktu setempat & sudah ditunggu agenda mengunjungi sebuah festival di mana Indonesia menjadi tamu kehormatan (bangga lah!) pada sore harinya. Semuanya senang-senang saja begitu juga dengan saya (walaupun dilanda jetlag).  Masih ada kesempatan istirahat pada hari Sabtu & Minggu.

Berada di tempat yang memiliki perbedaan waktu cukup jauh dari biasanya otomatis menggeser pula waktu makan saya. Jadwal minum obat jadi cukup kacau di awal tapi seterusnya (dianggap) OK. Rasanya belum selesai beradaptasi tapi jadwal cukup padat pada hari Senin sudah menunggu. Demikian pula hari-hari berikutnya. Sempat juga mengadakan perjalanan yang cukup jauh ke lain kota (pp dalam sehari). Hari Kamis saya mulai drop. Menurut penerawangan saya sepertinya maag saya kambuh. Hari Jumat saya sudah tidak bisa lagi memenuhi agenda “perpisahan” & hanya bisa terkapar di kamar dengan rasa sakit mulai menjalar hingga ke bagian bawah ulu hati. Tapi saya masih bisa nyicil membuat laporan seharian itu & berhasil mengirim selengkapnya melalui email pada atasan saya sebelum jadwal pulang.

Pihak kantor induk sudah menawari saya untuk mendatangkan dokter tapi saya tolak dengan alasan saya sudah membawa obat-obatan cukup banyak untuk mengantisipasi segala kemungkinan. Padahal.. saya yakin kalau dokter sampai berhasil memeriksa saya maka bisa dipastikan saya tertahan di sana lebih lama. Ndak bisa pulang bareng rombongan pada hari Sabtu. Lah bagaimana wong saya sudah terlanjur kangen sama istri..

Hari Sabtu malam dengan mengucap “horee!!” saya berhasil naik pesawat tanpa lepas dari pain killer. Lebih baik daripada saya tertinggal sendirian di sana. 17 jam lagi di pesawat harus saya lalui dengan kondisi setengah teler.  Menjelang akhir perjalanan pain killer nampaknya sudah mogok bekerja (lagi pula sudah di ambang batas dosis yang diperbolehkan untuk saya) tapi puji Tuhan saya masih sanggup  turun dari pesawat & berjalan mencapai mobil pada hari Minggu menjelang malam. Setelahnya? Saya ndak ingat apa-apa lagi karena kolaps dengan suksesnya setelah didahului kepala pusing  & rasa sakit yang luar biasa di bagian perut.

Saat sadar saya mendapati bahwa saya ada di ICU (belakangan tahu itu di RS “langganan”). Itu pun pada hari ke-4 dengan masih ada sisa rasa sakit padahal pencernaan saya sudah murni dipuasakan sejak detik pertama saya masuk ke ICU (ternyata ada luka di lambung & usus, kecil-kecil tapi banyak, iritasi parah akibat efek obat yang harus saya minum plus kelelahan, sudah menjurus ke infeksi).

Belakangan saya tahu dari istri saya kalau selama 4 hari saya ndak sadar di ICU itu ada beberapa “horor” yang saya ciptakan (haha.. berasa jelmaan zombie!). Saya sendiri ndak ingat saya kenapa atau minta apa tapi yang jelas kedua kaki saya bengkak (efek perjalanan jauh), mengalami demam tinggi, saya kesakitan sekali (sampai katanya berkali-kali ngomong ndak kuat), megap-megap karena sesak napas & mengigau menanyakan (almarhum) adik saya & putri saya (yang masih ketinggalan nun jauh di sana) yang menurut saya baru saja ada di situ. Kejadian terakhir ini kebetulan “menimpa” keponakan saya yang lagi menjenguk & dia langsung terbirit-birit keluar dengan wajah pucat hehe..

Saya masih tertahan 2 hari berikutnya di ICU sebelum kondisi saya dinyatakan benar-benar stabil & boleh pindah ke kamar biasa pada hari Sabtu sore. Total 6 hari saya ada di ICU & selama itu pula istri saya sama sekali ndak pulang ke rumah karena terus mendampingi saya.

Selama dirawat lanjutan di kamar biasa dan istirahat di rumah (total 1 bulan saya ndak ngantor. 1 minggu lebih dinas luar, 2 minggu di RS, 1 minggu istirahat di rumah) ada banyak waktu buat saya untuk review apa yang sudah saya alami. Salah satu agenda dinas saya beberapa hari sebelumnya adalah memberi motivasi pada para trainee (dari beberapa negara berbeda) tentang semangat bekerja.

Kami (saya & salah seorang rekan dari kantor Kanada) kebetulan mengidap penyakit serupa (walau lain jurusan). Status rekan saya itu “lebih tinggi” karena ia adalah survivor sementara saya masih dalam masa remisi. Kami berdua didapuk untuk memberikan motivasi bahwa orang penyakitan seperti kami saja masih punya semangat untuk bekerja dengan baik karena diberi kesempatan & masih dipercaya untuk mengembangkan kemampuan diri, apalagi yang masih muda & sehat seperti mereka.

Agenda seperti itu kami rasakan lebih seperti acara curhat ayah & anak. Tapi justru dengan itu anak-anak muda ini makin menyadari kesempatan emas yang mereka miliki & sudah ada dalam genggaman. Harapannya kelak mereka dapat bekerja dengan baik, loyal & tetap bersemangat.

Senyatanya hingga detik ini saya masih diberi kesempatan yang kesekian kalinya untuk bisa kembali bernapas dengan bebas. Masih boleh bekerja dengan banyak kelonggaran. Jam kerja saya jatahnya 40 jam seminggu. Kalau normal 40 jam seminggu itu dibagi 5 dari Senin sampai Jumat jadi 8 jam per hari. Tapi saya sering keteter pada hari Jumat. Sudah terlalu cape. Berangkat dari rumah jam 6 pagi & sampai rumah lagi jam 6 sore (bahkan bisa lebih). Begitu selama 5 hari nonstop.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk menghadap boss membicarakan masalah jam kerja saya. Saya bersedia bekerja 10 jam sehari hanya dari hari Senin sampai Kamis. Jumat siang jam 1 saya bersedia ikut meeting dari rumah secara tele-conference sampai selesai (ndak apa-apa meskipun ndak dihitung jam kerja). Boss setuju, dibawa lagi ke big boss, big boss setuju. Jadilah sekarang saya hanya bekerja 4 hari saja dalam seminggu. Capenya sama, tapi waktu istirahat saya lebih panjang di akhir minggu. Selama beberapa minggu ini menjalaninya saya merasa lebih nyaman. Pekerjaan saya lancar, masih bisa koordinasi dengan baik dengan para staf, masih bisa mengikuti meeting evaluasi secara “langsung”, istirahat cukup.

Saya tidak tahu sampai berapa kali lagi akan diberi kesempatan untuk melanjutkan hidup tapi saya tahu saya memang harus memperjuangkan itu. Ketika datang menjenguk, seorang sahabat saya bercerita bahwa istri saya sempat curhat padanya ketika saya masih berada di ICU. Intinya istri saya belum siap untuk saya tinggalkan. Di situ saya diingatkan untuk terus menjaga harapan & mimpi saya agar saya tetap punya semangat untuk hidup.

Saya memang masih memiliki beberapa harapan & mimpi. Menitipkan putri saya pada orang yang benar-benar bisa menjaganya (sudah terlaksana setengah jalan, putri saya sudah dilamar cowonya tepat pada hari ulang tahun saya beberapa waktu lalu), melihatnya berbahagia dengan kehidupannya kelak, mungkin lebih jauh lagi masih ingin melewati hari tua bersama istri tercinta & memeluk makhluk-makhluk kecil imut yang memanggil kami nenek & kakek.

Mungkin harapan saya terlalu tinggi & mimpi saya terlalu jauh, tapi mungkin juga tidak. Yang lebih penting adalah melakukan apa yang saat ini masih bisa saya lakukan. Bekerja maksimal, melakukan karya-karya lain sebaik-baiknya, sambil membahagiakan istri serta putri saya. Semoga masih ada kemurahan hati dari Tuhan agar saya masih bisa menikmati kesempatan-kesempatan yang datang berikutnya.


(JP.21.10.2015.Chris D.a)

14 komentar:

  1. Semangat pak Kris, ayo anda bisaaa.

    BalasHapus
  2. Tetap sehat dan semangat Pak! Selamat juga fiksi Katakan Cintanya dijadiin buku...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trm kasih mba. Btw buku apa ya?

      Hapus
    2. Buku kupulan cermin event Katakan Cinta Kompasiana...

      Hapus
  3. jaga kesehatan, ya mas...
    njenengan mengemban kepercayaan besar.
    biasanya orang yg diberi amanah besar itu juga dikuatkan segalanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Smg ya mba Dani. Trm kasih supportnya :)
      Salam..

      Hapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........