Rabu, 28 Oktober 2015

Let’s Fight Together!



Sejak pertengahan tahun ini Nyonya & saya bukan lagi seorang mama-papa dari seorang Nduk Ayu saja tapi tanggung jawab kami bertambah karena dititipi sepasang ABG kembar abang saya. Jadi anak kami sekarang ada 3.

Semuanya berawal dari kengeyelan si ABG kembar ini untuk kembali tinggal bersama papanya. Memang ada masalah di balik itu, bahkan sempat melibatkan psikolog & merepotkan sekolah asal, tapi semua ikerumitan itu pada akhirnya bisa diuraikan dengan baik demi masa depan anak-anak ini sendiri.

Keputusan untuk tinggal bersama kami pun bukan keputusan yang diambil terburu-buru atau tergesa-gesa. Karena latar belakang yang sangat nanggung (pindah pada saat naik ke kelas 9, kalau alasannya tidak benar-benar kuat bisa dibilang hal yang mustahil), sekolah asal merekomendasikan keduanya untuk melanjutkan di sekolah baru yang seinduk dan adanya di sini (Jakarta). Jadilah keduanya tinggal bersama kami sebagai satu-satunya keluarga papanya yang masih ada di sini.  Apalagi posisi Jakarta tidak jauh dari Banten tempat papanya berdinas sehingga tiap weekend ada kesempatan buat abang saya untuk mengunjungi putra-putrinya.

Terbiasa hanya memiliki 1 putri tentunya membawa “gegar budaya” tersendiri buat kami. Soal kedekatan bukan masalah karena keduanya selama ini sangat dekat baik dengan saya maupun tantenya. Dengan Nduk Ayu apa lagi. Ketiganya bahkan punya grup BBM sendiri. Baru bertiga karena sepupunya (dari pihak saya) yang 1 lagi masih baby.

Sebelum  tinggal bersama secara permanen seperti ini keduanya juga sudah sering menginap di sini. Tapi status “hanya liburan” dengan “tinggal permanen” tentunya berbeda. Ada tanggung jawab lebih karena Nyonya dan saya harus bisa jadi “wali” yang sehari-hari harus bertanggung jawab atas perkembangan keduanya. Tanggung jawab yang sama sekali bukan beban karena bagaimanapun keduanya adalah keponakan saya sendiri.

Berasa cukup deg-degan juga karena harus jadi orangtua dari ABG lagi. Apalagi sepasang dengan umur yang sama. Yang cewe sedang mekar-mekarnya dengan wajah cantiknya dapat warisan dari mamanya yang indo-Swedia, yang cowo baik wajah maupun perawakannya 11-12 dengan almarhum adik laki-laki saya (paling ganteng sekeluarga). Kedip sedikit saja saya yakin keduanya bisa panen cowo-cewe hehe..

Punya pengalaman menangani ABG “bermasalah” mungkin sedikit banyak akan bisa membantu kami mengasuh si kembar yang tentunya jauh lebih “waras” (sorry Nduk, terpaksa pakai istilah itu) daripada putri kami sendiri. Metode pendekatannya yang pasti berbeda. Kalau terhadap anak sendiri bisa “semena-mena” tentunya tidak bisa diberlakukan hal yang sama terhadap anak “orang lain”.  Apalagi beberapa waktu belakangan ini keduanya sedang amat sangat labil karena masalah perpisahan orangtua & salah 1 pihak benar-benar menyerahkan pengurusan anak-anak ini pada pihak satunya (100% angkat tangan). Jadi bayangkan bagaimana rasanya jadi remaja yang “ditolak” oleh salah satu orangtuanya sendiri.

Untungnya (kalaupun masih boleh mengatakan untung), keduanya masih bisa tetap berjalan tegak di koridor “yang benar”. Tetap rajin bersekolah, rajin belajar, ndak melakukan hal-hal yang “membahayakan” & merugikan dirinya sendiri. Bukan hal mudah untuk menekankan pada mereka bahwa mereka masihlah tetap manusia-manusia berharga walaupun ada latar belakang “status tertolak’. Dari awal memang sudah saya tekankan pada keduanya bahwa kalau keduanya memang harus tinggal bersama saya, maka aturan sayalah yang berlaku. Puji Tuhan, aturan-aturan yang saya gariskan bisa dikatakan hampir persis sama dengan yang selama ini digariskan papa mereka.

Bagi saya pribadi saya seperti kembali ke jaman batu ketika Nduk Ayu saya masih seumuran mereka. Pulang kerja secape & semalam apapun harus tetap menyediakan waktu untuk paling tidak bertanya tentang apa yang mereka alami seharian. Masalah pelajaran saya ndak ikut campur terlalu banyak karena keduanya cukup cerdas dan Nyonya bisa menghandlenya dengan sangat baik.

Keduanya juga cukup terbuka pada kami. Kalaupun ndak sanggup untuk terbuka pada om & tantenya ini, Nduk Ayu bisa menangani dengan caranya sendiri untuk kemudian disampaikan pada kami. Jadi jembatan istilahnya. Dan selama ini semuanya berjalan dengan baik. Apapun kondisinya, intinya tetap harus fokus pada usaha untuk menjalin komunikasi yang baik dan tetap sabar. Apalagi selama ini mereka lebih banyak dididik dalam atmosfer kesabaran abang saya (yang jauuh lebih sabar daripada saya).

Sejak hanya bekerja 4 hari saja dalam seminggu saya jadi punya lebih banyak waktu untuk mereka. Paling tidak pada Jumat pagi saya masih sempat mengantar mereka sekolah. Saya berani melakukannya (dengan menyetir sendiri) karena sekolahnya ndak begitu jauh dari rumah. Jumat siang tetap ndak bisa menjemput (karena jam 1 harus ikut meeting via tele-conference) tapi paling tidak sejak jam 4 sore saya sudah punya waktu untuk mereka. Jumat malam hingga Minggu sore sepenuhnya mereka milik papanya kalau papanya sedang tidak tugas luar.

Disadari atau tidak kehadiran keduanya dalam hidup kami sekeluarga banyak memberi warna baru. Nduk Ayu jadi lebih bisa memunculkan sifat ngemongnya. Yang jelas rumah kami jadi lebih semarak. Steinway saya lebih sering dibunyikan oleh keponakan saya yang cantik, gitar & electone saya ndak berdebu lagi karena tiap hari dipakai si ganteng. Meriah!

OK, kids! Let’s fight together! Defeat every problem then win our great life! We love you..

__________


(PR & otw JP.28.10.2015.Chris D.a)

6 komentar:

  1. Ada piano ada gitar. Nggak mungkin dua benda itu ada di sebuah rumah kalau tuan rumahnya nggak ada yang bisa main. Jadi pengen denger permainan pianonya Pak Chris sambil nyanyiin lagu James Ingram hehe...

    Anak, siapapun dia apakah anak sendiri atau anak 'orang lain' pasti memberi warna tersendiri. Keep fight, sir!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. Napas sdh ngos2an berat kl disuruh nyanyi mba :) Trm kasih

      Hapus
  2. Terharu membacanya, saya bersukur kedua ABG ini mendapatkan sosok ayah dan ibu yang tepat. GBU pak chris.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Smg kami ttp bs menjaga "ketepatan" itu mba. Trm kasih..

      Hapus
  3. semoga semua saling kuat-menguatkan dalam doa, pikiran, dan perbuatan, ya mas...

    BalasHapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........