Kamis, 28 April 2016

12 Tahun Bersama, Sebuah Catatan Yang Terlambat



Pagi ini saya mendapat kabar yang cukup menggembirakan dari adik saya. Ia memberitahu bahwa tulisan saya menjadi salah 1 yang dipilih untuk jadi pemenang dalam Event My Diary di Kompasiana. Ketika saya cek ternyata benar, ada di pengumuman resminya.

Ada sedikit cerita di balik penulisan "My Diary" itu.


Tanggal 17 April lalu pernikahan kami tepat berusia 12 tahun. Masih ABG kalau ukurannya adalah usia manusia. Saya sendiri bukan orang yang sanggup menggombal secara verbal. Makanya saya beranikan diri menuliskan catatan itu beberapa hari sebelum tanggal 17 April itu datang. Hanya untuk... sudahlah, silakan baca sendiri, kalau berkenan.

Dari pengalaman selama 12 tahun mempertahankan ikatan suci bernama pernikahan itu, saya mendapati bahwa terkadang cinta saja cukup, tapi terkadang juga tidak. Lebih banyak tidaknya malahan. Tapi justru dari situ saya mendapati bahwa cinta yang awalnya (sempat) tidak ada menjadi ada. Cinta yang awalnya sedikit menjadi berkembang pelan-pelan & merimbun. Cinta yang awalnya hanya saya pandang sebelah mata kehadirannya lama kelamaan menjadi sebuah kebutuhan.

Dalam hal ini, nasib saya berkebalikan dengan abang saya. Cinta yang sudah ada benihnya, berkecambah & ditumbuhkan sejak bertahun-tahun sebelum memasuki gerbang pernikahan pada akhirnya harus layu & hidup segan mati tak mau. Sia-sia memelihara, menyirami & memupuk cinta itu kalau hanya sebelah pihak saja sementara pihak yang lain memilih untuk abai & pergi. Mulai bubar semuanya antara tahun ke-12 & ke-13. Remuk saat ini. Abang saya tak pernah berpikiran & berkeinginan untuk menikah lagi karena ia masih memegang teguh hukum pernikahan yang tak bisa diceraikan manusia. Fokusnya saat ini hanya anak-anak. Ia, bersama saya & Mamanya Nduk, berusaha mengawal anak-anak hingga mencapai titik kemandirian mereka nanti.

Jelas saya tak mau mengalami hal yang sama. Lagipula saya & Mamanya Nduk sepakat untuk juga memegang teguh hukum pernikahan yang sama. Jalan menuju ke sana tak pernah mudah. Tapi akhirnya kesepakatan itu kami capai & coba untuk menjalaninya dengan teguh. Kami pernah jatuh & bangun sendiri-sendiri, tapi usia yang bertambah membuat kami pada akhirnya menyadari satu titik: “apa lagi yang sebenarnya dicari?” Titik itu membantu kami begitu banyak untuk tetap ingat bergandengan tangan, saling menguatkan & mendukung.

Hampir berdekatan dengan tanggal anniversary itu, saya mendapati bahwa satu lagi tangga yang harus saya tapaki sebagai seorang papa hampir berakhir. Ada satu kelegaan yang sukar digambarkan ketika melihat piyik tunggal kami sudah hampir siap mengepakkan sayapnya untuk menjemput mimpi & kehidupannya sendiri. Lalu selesai? Tidak. Masih ada 2 piyik lagi yang harus disiapkan untuk terbang. Walaupun bukan piyik kami sendiri tapi tanggung jawabnya bagi kami tetaplah sama.

Buat saya sendiri, mutlak kehidupan saya selalu berwarna. Entah monokrom ataukah seperti semburat biasan kaca prisma yang terkena cahaya, saya selalu menganggapnya berwarna. Apalagi 12 tahun terakhir ini, ketika kehidupan saya ada yang menemani, mengatur & mewarnainya. Saya tidak seketika itu menyadari. Perlu waktu bertahun-tahun untuk lepas dari rasa menyesal telah melepaskan “sesuatu yang begitu indah”. Perlu waktu bertahun-tahun sebelum saya mulai bisa bersyukur dengan apa yang kini boleh tetap saya miliki hingga detik ini.

Bersama Mamanya Nduk & Nduk Ayu, saya belajar untuk menjelang hidup yang sebelumnya tak pernah saya bayangkan & pikirkan, tapi pada akhirnya harus saya jalani juga. Bersama Mamanya Nduk & Nduk Ayu, saya belajar untuk menjadi seorang yang dewasa dalam segala hal. Bersama Mamanya Nduk & Nduk Ayu, saya belajar untuk mencintai dengan cara yang indah & berusaha untuk selalu tanpa syarat. Bersama Mamanya Nduk & Nduk Ayu, saya menjalani pilihan yang sudah tidak bisa dikoreksi & harus dijalani secara konsekuen.

Wi, ke tanganmu kuserahkan cintaku, di tanganmu kusandarkan hidupku.
Put, Papa selalu menyayangimu.
__________

(PR.28.04.2016.Chris Darmoatmojo)

3 komentar:

  1. Pas baca Diary itu, meski komen saya sotoy saya tahu Diary nya beneran. Maksudnya itu isi hati dan bukan fiksi. Apalagi saya ingat Bapak pernah nulis soal wedding anniversary di salah satu postingan lama.

    Anyway, selamat untuk diarynya. Selamat ulang tahun pernikahan. Semoga makin hari makin saling cinta, menguatkan dan saling mendukung, langgeng selamanya. Saya masih menunggu moment 12 tahun nanti bulan agustus...

    BalasHapus
  2. Merinding saya bacanya..

    Pak selamat yaaaa menang event "My Diary"
    Selamat ulang tahun pernikahan juga, semoga langgeng hingga akhir hayat, aamiin :)

    BalasHapus
  3. maaf baru komen, mas.
    walaupun sudah lama tau kalo njenengan menang event itu.

    happy anniversary, mas.
    selamat berbahagia.

    #terharuuuuuu...

    BalasHapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........