Sekitar 2 minggu yang lalu saya amati keponakan saya yang cowo terlihat
lain daripada biasanya. Ia yang biasanya tenang & kalem jadi kelihatan gelisah.
Seperti ada hal berat yang ia pikirkan. Tapi ditanyai juga jawabnya “ndak ada
apa-apa”. Jujur saya cukup khawatir karena sudah mendekati waktu UN (SMP).
Akhirnya saya ajak dia untuk ngobrol secara pribadi.
Cukup sulit saya mengorek keterangan darinya, sampai akhirnya saya harus
mengeluarkan “jurus rahasia”. Barulah setelah itu ia mau curhat.
Ternyata ia merasa bakal terjadi “apa-apa” pada salah satu dari kami
(orang-orang terdekatnya). Tapi “apa-apa” itu apa, ia tak bisa menjabarkannya. Ia
hanya bisa merasa kalau “apa-apa” itu akan terjadi kalau “yang bersangkutan”
melakukan perjalanan jauh misalnya ke luar kota.
Soal ini mungkin saya termasuk yang “lolos” karena ndak ada rencana untuk
ke luar kota. Juga Nduk Ayu. Tantenya yang di Kanada? Ia menjawab, “kayanya
bukan.” Tinggalah suspectnya adalah papanya si kembar & mamanya Nduk.
Mamanya Nduk ada rencana untuk ke Cipanas akhir minggu berikutnya saat
weekend. Ada acara dengan teman-temannya. Begitu juga papanya si kembar. Long
weekend, apalagi menjelang si kembar menjalani UN, pasti akan datang. Lantas ia
bilang pada saya, “tolong bilangin ya om, jangan pada pergi jauh. Apalagi Papa.”
Ketika saya bicarakan soal itu dengan mamanya Nduk, ia langsung menelepon
temannya untuk membatalkan diri ikut acara ke Cipanas. Mamanya Nduk sebenarnya antara
percaya & tidak. Hanya saja pertimbangannya adalah si kembar mau UN. Butuh
ketenangan. Sedangkan acara ke Cipanas bisa ikut lagi lain kali. Jadi ndak ada
salahnya patuh pada warning si ganteng.
Yang butuh tenaga lebih untuk meyakinkan justru papanya si kembar. Cukup
alot saya bicara dengannya soal ini, agar untuk sementara ia jangan dulu datang
menjenguk anak-anak. Saya memahami sepenuhnya keinginan abang saya untuk selalu
dekat dengan anak-anaknya saat ada waktu libur. Apalagi libur yang cukup
panjang. Menjelang anak-anak UN pula. Tapi saya juga memahami kegelisahan si
ganteng. Saya tahu betul ia “istimewa”. Akhirnya saya minta si ganteng bicara sendiri dengan
papanya. Nguping-nguping sedikit, saya paham ada adu argumen dalam pembicaraan
itu. Sampai akhirnya dengan berat hati abang saya menyetujui permintaan itu.
“Hanya sampai hatiku tenang,” kata anaknya.
Dan setiap pagi sebelum kami mulai beraktivitas menjelang libur panjang
itu, si ganteng selalu mengingatkan kami untuk berhati-hati. Bahkan ia berpesan
secara khusus pada Misman, “Pak Mis hati-hati nyetirnya. Jangan sampai om
kenapa-napa.”
Long weekend berlalu tanpa kejadian apa-apa. Si kembar menjalani UN dengan
cukup tenang. Hanya saja memang si ganteng masih menyimpan kegelisahannya sendiri.
“Kok ndak ilang-ilang ya om?” keluhnya. Saya hanya bisa menyuruhnya untuk lebih
banyak lagi berdoa.
Kegelisahan itu akhirnya terjawab total hari Sabtu kemarin. Sekira jam 7 pagi
kami menerima kabar bahwa mamanya anak-anak “pergi” dini harinya dalam sebuah
kecelakaan lalu lintas saat menempuh perjalanan darat untuk pulang ke Surabaya
dari suatu tempat.
Yang paling shock tentulah si ganteng. “Kenapa aku sama sekali ndak
kepikiran Mama?” Berkali-kali ia mempertanyakan itu. Tapi kami semua ndak punya
jawaban pastinya. Mungkin memang sudah takdir. “Hidup itu misteri” begitu yang
tertulis dalam status BBM Nduk Ayu.
Menjelang sore barulah kami berenam terbang ke Surabaya. Perjalanan yang
cukup sunyi & menyedihkan bagi saya. Lebih sedih lagi ketika malamnya saya
melihat si kembar hanya duduk diam sambil saling berpegangan tangan di samping
peti jenazah mamanya. Nduk Ayu sudah banjir airmata. Bukan menangisi yang
meninggal tapi menangisi kondisi sepupu-sepupunya.
Sebuah kehidupan bila memang sudah takdirnya harus berakhir maka akan berakhir entah
bagaimana caranya. Pun seandainya keponakan saya tetap memikirkan firasat itu
mungkin berkaitan dengan mamannya, belum tentu juga yang diperingatkan akan
menanggapi secara positif.
Ketika melepas kami untuk kembali ke Jakarta pada Minggu sore kemarin
si ganteng sempat berbisik pada saya, “sudah berlalu om.” Saya paham maksudnya,
bahwa firasat buruk itu memang sudah menemukan jawabannya.
Tapi saya masih punya tugas baru. Memulihkan keceriaan anak-anak nanti
kalau mereka kembali ke sini. Saya tahu ndak mudah karena ada “background”
tertentu. Semoga saya bisa menangani anak-anak dengan baik.
Mbak Nen semoga pintu Surga masih terbuka lebar untukmu. RIP.
Be strong kids! We love both of you.
__________
(PR.16.05.2016.Chris
Darmoatmojo)
nderek belasungkawa, mas...
BalasHapusmaaf saya baru tau.
semoga si kembar diparingi kekuatan, tidak hanya selama menghadapi musibah ini, tapi juga untuk menapak masa depan yang lebih baik.