Sejak pertengahan tahun ini Nyonya & saya bukan lagi seorang mama-papa
dari seorang Nduk Ayu saja tapi tanggung jawab kami bertambah karena dititipi
sepasang ABG kembar abang saya. Jadi anak kami sekarang ada 3.
Semuanya berawal dari kengeyelan si ABG kembar ini untuk kembali tinggal
bersama papanya. Memang ada masalah di balik itu, bahkan sempat melibatkan
psikolog & merepotkan sekolah asal, tapi semua ikerumitan itu pada akhirnya
bisa diuraikan dengan baik demi masa depan anak-anak ini sendiri.
Keputusan untuk tinggal bersama kami pun bukan keputusan yang diambil terburu-buru
atau tergesa-gesa. Karena latar belakang yang sangat nanggung (pindah pada saat
naik ke kelas 9, kalau alasannya tidak benar-benar kuat bisa dibilang hal yang
mustahil), sekolah asal merekomendasikan keduanya untuk melanjutkan di sekolah
baru yang seinduk dan adanya di sini (Jakarta). Jadilah keduanya tinggal
bersama kami sebagai satu-satunya keluarga papanya yang masih ada di sini. Apalagi posisi Jakarta tidak jauh dari Banten
tempat papanya berdinas sehingga tiap weekend ada kesempatan buat abang saya
untuk mengunjungi putra-putrinya.
Terbiasa hanya memiliki 1 putri tentunya membawa “gegar budaya” tersendiri
buat kami. Soal kedekatan bukan masalah karena keduanya selama ini sangat dekat
baik dengan saya maupun tantenya. Dengan Nduk Ayu apa lagi. Ketiganya bahkan
punya grup BBM sendiri. Baru bertiga karena sepupunya (dari pihak saya) yang 1
lagi masih baby.
Sebelum tinggal bersama secara
permanen seperti ini keduanya juga sudah sering menginap di sini. Tapi status
“hanya liburan” dengan “tinggal permanen” tentunya berbeda. Ada tanggung jawab
lebih karena Nyonya dan saya harus bisa jadi “wali” yang sehari-hari harus
bertanggung jawab atas perkembangan keduanya. Tanggung jawab yang sama sekali
bukan beban karena bagaimanapun keduanya adalah keponakan saya sendiri.
Berasa cukup deg-degan juga karena harus jadi orangtua dari ABG lagi.
Apalagi sepasang dengan umur yang sama. Yang cewe sedang mekar-mekarnya dengan
wajah cantiknya dapat warisan dari mamanya yang indo-Swedia, yang cowo baik
wajah maupun perawakannya 11-12 dengan almarhum adik laki-laki saya (paling
ganteng sekeluarga). Kedip sedikit saja saya yakin keduanya bisa panen
cowo-cewe hehe..
Punya pengalaman menangani ABG “bermasalah” mungkin sedikit banyak akan
bisa membantu kami mengasuh si kembar yang tentunya jauh lebih “waras” (sorry
Nduk, terpaksa pakai istilah itu) daripada putri kami sendiri. Metode
pendekatannya yang pasti berbeda. Kalau terhadap anak sendiri bisa
“semena-mena” tentunya tidak bisa diberlakukan hal yang sama terhadap anak
“orang lain”. Apalagi beberapa waktu
belakangan ini keduanya sedang amat sangat labil karena masalah perpisahan
orangtua & salah 1 pihak benar-benar menyerahkan pengurusan anak-anak ini
pada pihak satunya (100% angkat tangan). Jadi bayangkan bagaimana rasanya jadi
remaja yang “ditolak” oleh salah satu orangtuanya sendiri.
Untungnya (kalaupun masih boleh mengatakan untung), keduanya masih bisa
tetap berjalan tegak di koridor “yang benar”. Tetap rajin bersekolah, rajin
belajar, ndak melakukan hal-hal yang “membahayakan” & merugikan dirinya
sendiri. Bukan hal mudah untuk menekankan pada mereka bahwa mereka masihlah
tetap manusia-manusia berharga walaupun ada latar belakang “status tertolak’. Dari
awal memang sudah saya tekankan pada keduanya bahwa kalau keduanya memang harus
tinggal bersama saya, maka aturan sayalah yang berlaku. Puji Tuhan,
aturan-aturan yang saya gariskan bisa dikatakan hampir persis sama dengan yang
selama ini digariskan papa mereka.
Bagi saya pribadi saya seperti kembali ke jaman batu ketika Nduk Ayu saya
masih seumuran mereka. Pulang kerja secape & semalam apapun harus tetap
menyediakan waktu untuk paling tidak bertanya tentang apa yang mereka alami
seharian. Masalah pelajaran saya ndak ikut campur terlalu banyak karena
keduanya cukup cerdas dan Nyonya bisa menghandlenya dengan sangat baik.
Keduanya juga cukup terbuka pada kami. Kalaupun ndak sanggup untuk terbuka
pada om & tantenya ini, Nduk Ayu bisa menangani dengan caranya sendiri
untuk kemudian disampaikan pada kami. Jadi jembatan istilahnya. Dan selama ini
semuanya berjalan dengan baik. Apapun kondisinya, intinya tetap harus fokus
pada usaha untuk menjalin komunikasi yang baik dan tetap sabar. Apalagi selama
ini mereka lebih banyak dididik dalam atmosfer kesabaran abang saya (yang jauuh
lebih sabar daripada saya).
Sejak hanya bekerja 4 hari saja dalam seminggu saya jadi punya lebih banyak
waktu untuk mereka. Paling tidak pada Jumat pagi saya masih sempat mengantar
mereka sekolah. Saya berani melakukannya (dengan menyetir sendiri) karena
sekolahnya ndak begitu jauh dari rumah. Jumat siang tetap ndak bisa menjemput
(karena jam 1 harus ikut meeting via tele-conference) tapi paling tidak sejak jam
4 sore saya sudah punya waktu untuk mereka. Jumat malam hingga Minggu sore
sepenuhnya mereka milik papanya kalau papanya sedang tidak tugas luar.
Disadari atau tidak kehadiran keduanya dalam hidup kami sekeluarga banyak
memberi warna baru. Nduk Ayu jadi lebih bisa memunculkan sifat ngemongnya. Yang
jelas rumah kami jadi lebih semarak. Steinway saya lebih sering dibunyikan oleh
keponakan saya yang cantik, gitar & electone saya ndak berdebu lagi karena
tiap hari dipakai si ganteng. Meriah!
OK, kids! Let’s fight together! Defeat every problem then win our great
life! We love you..
__________
(PR & otw JP.28.10.2015.Chris D.a)
Ada piano ada gitar. Nggak mungkin dua benda itu ada di sebuah rumah kalau tuan rumahnya nggak ada yang bisa main. Jadi pengen denger permainan pianonya Pak Chris sambil nyanyiin lagu James Ingram hehe...
BalasHapusAnak, siapapun dia apakah anak sendiri atau anak 'orang lain' pasti memberi warna tersendiri. Keep fight, sir!
Haha.. Napas sdh ngos2an berat kl disuruh nyanyi mba :) Trm kasih
HapusTerharu membacanya, saya bersukur kedua ABG ini mendapatkan sosok ayah dan ibu yang tepat. GBU pak chris.
BalasHapusSmg kami ttp bs menjaga "ketepatan" itu mba. Trm kasih..
Hapussemoga semua saling kuat-menguatkan dalam doa, pikiran, dan perbuatan, ya mas...
BalasHapusTerutama menguatkan anak2 mba. Trm kasih..
Hapus