Sabtu, 22 April 2017

Ketika Perjuangan Berbuah Manis



Setelah membaca sebuah artikel di blog tetangga yang sedang girang hati karena novelnya hendak terbit, saya jadi tergelitik untuk menuliskan catatan ini. Saya ndak akan terlalu menyoroti hasil karyanya karena soal selera adalah bersifat subjektif. Buat saya pribadi, mengagumkan, karena selalu ada sesuatu yang bisa saya tangkap dari karyanya. Ada energi, semangat, kecintaan pada dunia literasi, disiplin, hiburan & "isi". Yang ia tulis sama sama sekali bukan cerita yang hanya menghibur tapi kosong, tapi juga ada berbagai pesan tentang kehidupan di dalamnya. Itu di mata saya.


Saya pernah iseng bertanya padanya, "Kok ndak pernah menyisipkan sesuatu yang sifatnya religius?" Jawabannya lugas, "Karena aku tukang ndongeng mas, bukan tukang khotbah." Lalu kami bicara banyak soal itu, bahwa ia ingin cerita yang ia tuliskan sifatnya universal tanpa terkotak pada reliji tertentu, bahwa ia tak pernah merasa cukup baik & benar untuk berkhotbah melalui cerita yang ia tuliskan. Ia hanya ingin menulis untuk menyalurkan hobi, sekaligus menghibur orang lain. Perkara nantinya ada "pesan" yang bisa ditangkap oleh pembaca itu adalah urusan lain.

Kami pernah bersama mencoba menuliskan sebuah cerita pendek. Kolaborasi lah istilahnya. Secara kemampuan tentunya ia sangat jauuh di atas saya, tapi yang saya rasakan adalah ia sama sekali ndak pernah menggurui. Ia selalu menekankan "kita di sini belajar bersama, setara". Memang itu yang saya rasakan bahwa saya benar-benar diperlakukan sebagai partner, bukan kacung. Ndak pernah merasa diburu harus selesai secepatnya karena ia tahu saya pekerja & kondisi kesehatan saya ndak stabil. Sama sekali ndak ada beban saat berkolaborasi dengannya.

Saya jadi belajar banyak sekali hal darinya, sekaligus bisa menangkap kecintaan, ketekunan & konsistensinya dalam dunia literasi itu. Semua dilakukannya dengan santai tanpa menaruh harapan berlebih, tanpa ambisi, show-off seperlunya, ndak pernah berlebihan. Ia lebih memilih untuk menuangkan energinya dengan menjadi diri sendiri & berjuang mengurus blognya baik-baik. Terbukti dengan jumlah pembacanya yang terus merajalela.

Sekarang bila novelnya akan terbit agaknya memang waktunya sudah tepat harus seperti itu. "Nulis novel itu sama sekali ndak gampang mas. Aku ndak tahu apakah masih mampu untuk mengulangi proses itu dalam bentuk novel yang lain." Itu pernah dikatakannya pada saya, tapi bukan Lis Suwasono namanya kalau menyerah begitu saja tanpa perlawanan. Saya percaya masih akan ada karya terbukukan yang berikutnya. Karya yang benar-benar berasal dari hati seperti selama ini ia selalu memelihara kecintaan, ketekunan & konsistensi pada dunia literasi dengan segenap hatinya.

Selamat atas hasil yang kau raih Lis Suwasono! Aku berada dalam barisan semua orang yang memahami perjuanganmu dalam membangun brand Fiksi Lizz yang bersih, penghormatan & penghargaanmu terhadap pembaca2 blogmu, kecintaanmu, ketekunanmu, konsistensimu  & menaruh salut atasnya. Sukses untuk blogmu & segenap isinya, novel Eternal Forseti mu, karya2mu selanjutnya & perjuanganmu!


__________


(Cilegon.22.04.2017.Chris Darmoatmojo)

2 komentar:

  1. Waaaaawwww artikele jelas bukan bwt aq pa Chris.
    Tapie aq isa melok terharu maksimum.
    Seneng isa jadi temen"e orang" heibad.
    Smoga sehat terus pa Chris.
    GBU 'n family.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trm kasih mba Nita. Maaf komennya br sj terdeteksi. Kynya ada yg ndak beres sm blog ini hehe..

      Hapus

Komen boleh aja, boleh banget sih! Tapi yang sopan yah.........